Pages

Monday, May 7, 2012

Is It a Battle Between Conventional and Digital Media?

MMT Batch 2 GroupM - Is It a Battle Between Conventional and Digital Media?


Yes, it is.

But, no, it is not.

Hah bloggernya mabok ya? Saya tebak itu komentar yang akan keluar dari mulut para pembaca melihat jawaban pembukaan tersebut.

Ok2 tenang, saya sebenarnya hanya bermaksud untuk membahas betapa emerging-nya digital media dibandingkan dengan sang pendahulunya, conventional media.
Ada pihak-pihak yang menyatakan bahwa perkembangan media digital tersebut mengancam keberlangsungan ekosistem media konvensional sehingga memancing sebagian pihak media konvensional tersebut untuk mengibarkan bendera perang demi keberlangsungan hidupnya.

Kalo begitu, sebelum kita turut mendukung salah satu pihak untuk pergi berperang, mari kita tela'ah dulu kondisi dari ke-dua bentuk media tersebut, dengan beranalogi bahwa mereka seperti negara-negara.

Negara Media Konvensional saat ini memang kondisinya semakin tua dan lemah. Sang Raja, TV, telah kehilangan kharismanya, tidak ada lagi stasiun TV ataupun program acara yang memiliki rating berkepala 2 sekarang ini. Sejarah membuktikan bahwa di Indonesia program acara yang memiliki rating tertinggi sepanjang sejarah adalah "Si Doel, Anak Sekolahan" yang memiliki rating hampir 30, dimana hal tersebut berarti bahwa pada saat itu lebih dari seperempat rakyat Indonesia menonton program tersebut secara bersamaan.

Kondisi The Old Queen Radio pun tidak jauh berbeda, malah lebih buruk. Orang-orang yang tadinya mendengarkan radio dengan tujuan untuk mendegarkan musik, sekarang telah banyak beralih ke iPod dan music devices lainnya. Sedangkan kondisi Laksamana Cetak tinggalah menunggu ajal. Media cetak hanya tinggal menunggu waktu untuk tergantikan posisinya oleh portal berita dan situs-situs majalah (webzine). Di Amerika bahkan telah banyak surat kabar ternama yang akhirnya gulung tikar karena ditinggalkan oleh para pelanggannya.

Sumber: http://jamsidedown.com/2009/10/free-falling.html
Di lain pihak, Negara Digital semakin bertambah kuat di tiap harinya. Bayangkan, pengguna Facebook tahun ini telah mencapai angka lebih dari 900 juta. Jika Facebook merupakan sebuah negara dengan jumlah pengguna sebagai penduduknya, maka Facebook sendiri telah menempati posisi ke-3 negara dengan populasi terbanyak di bawah China dan India, yang masing-masing memiliki jumlah penduduk di atas 1 milyar jiwa. Media digital sendiri telah mengubah perilaku konsumen media dengan menggeser peran media konvensional yang tadinya bersifat information-push menjadi curiosity-pull, yang mana para konsumen bebas "menarik" informasi apapun yang diinginkannya kapanpun.
Sebagian besar anak muda sekarang pun lebih memilih memuaskan hasratnya untuk menghabiskan waktu di situs-situs jejaring sosial ketimbang bersosialisasi secara nyata.

"Why I turn on the Tv: 10% to watch shows. 90% to use it as background noise so I feel less lonely while I'm on the internet."

"In digital life, the only thing missing is a handshake."

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, kalau perang antara ke-dua pihak tersebut benar-benar terjadi, maka kita dapat memprediksi siapa yang bertahan. Meski begitu, saya merasa perang tersebut akan sangat tidak adil karena sesungguhnya digital merupakan platform-in-disguise, dan bukanlah merupakan suatu media secara hakiki, oleh karena itu ia bisa berubah wujud menjadi media apapun.

Pertanyaan yang seharusnya timbul adalah:
Daripada berperang, mengapa tidak ke-dua pihak tersebut bersekutu?
Sebagian percobaan telah membuahkan hasil. Perkawinan radio dengan digital telah melahirkan radio live streaming yang bisa juga dalam bentuk podcast. Digital TV juga mulai menjadi hal yang lumrah di masyarakat.

Kitalah, pada umumnya, dan kami - MMT Batch 2 GroupM -, pada khususnya, yang bertanggung jawab untuk membawa kesemua bentuk media tersebut ke tahapan yang lebih lanjut. Mengutip perkataan salah seorang trainer, sebaiknya selama belajar mengenai media kami berlaku sebagai seorang "Media Agnostic" yang tidak memiliki fanatisme terhadap suatu bentuk media hingga menutup mata untuk mempelajari bentuk media lainnya.

No comments:

Post a Comment